Salah satu penyebab gangguan belajar (learning disability = LD) yang sering terjadi dikenal dengan istilah disleksia, yaitu gangguan membaca spesifik pada anak. Pertama kali dilaporkan pada tahun 1896. Disleksia mengenai sekitar 80% dari kelompok individu dengan gangguan belajar.
Apa yang dimaksud dengan disleksia?
Disleksia berasal dari bahasa Greek, yakni dari kata ”dys” yang berarti kesulitan, dan kata ”lexis” yang berarti bahasa. Jadi, disleksia secara harfiah berarti ” kesulitan dalam berbahasa.” Anak disleksia tidak hanya mengalami kesulitan dalam membaca, tapi juga dalam hal mengeja, menulis, dan beberapa aspek bahasa yang lain.
Kesulitan membaca pada anak disleksia tidak sebanding dengan tingkat intelegensi ataupun motivasi yang dimiliki untuk kemampuan membaca dengan lancar dan akurat karena anak disleksia biasanya mempunyai label intelegensi yang normal bahkan sebagian di antaranya di atas normal. Disleksia merupakan kelainan dengan dasar kelainan neurobiologis, yang ditandai dengan kesulitan dalam mengenali kata dengan tepat/akurat, dalam pengejaan, dan dalam kemampuan mengkode simbol.
Ada juga ahli yang mendefinisikan disleksia sebagai suatu kondisi pemrosesan input/informasi yang berbeda (dari anak normal) yang seringkali ditandai dengan kesulitan dalam membaca, yang dapat mempengaruhi cara kognisi seperti daya ingat, kecepatan pemrosesan input, kemampuan pengaturan waktu, aspek koordinasi dan pengendalian gerak. Dapat terjadi kesulitan visual dan fonologis, dan biasanya terdapat perbedaan kemampuan di berbagai aspek perkembangan.
Secara lebih khusus, anak disleksia biasanya mengalami :
Masalah fonologi: Hubungan sistematik antara huruf dan bunyi, misalnya kesulitan membedakan ”paku” dengan ”palu”, atau keliru memahami kata-kata yang mempunyai bunyi hampir sama, misalnya ”lima puluh” dengan ”lima belas”. Kesulitan ini tidak disebabkan oleh masalah pendengaran tetapi berkaitan dengan proses pengolahan input di dalam otak.
Masalah mengingat perkataan: Mereka mungkin sulit menyebutkan nama teman-temannya dan memilih untuk memanggilnya dengan istilah ”temanku di sekolah” atau ”temanku yang laki-laki itu”. Mereka mungkin dapat menjelaskan suatu cerita namun tidak dapat mengingat jawaban untuk pertanyaan yang sederhana.
Masalah penyusunan yang sistematis: Misalnya susunan bulan dalam setahun, hari dalam seminggu, atau susunan huruf dan angka. Mereka sering ”lupa” susunan aktivitas yang sudah direncanakan sebelumnya, misalnya lupa apakah setelah pulang sekolah langsung pulang ke rumah atau langsung pergi ke tempat latihan sepak bola. Padahal, orangtua sudah mengingatkannya bahkan mungkin sudah pula ditulis dalam agenda kegiatannya. Mereka juga mengalami kesulitan yang berhubungan dengan perkiraan terhadap waktu. Misalnya, kesulitan memahami instruksi seperti: ”Waktu yang disediakan untuk ulangan adalah 45 menit. Sekarang jam 8 pagi. Maka 15 menit sebelum waktu berakhir, Ibu Guru akan mengetuk meja satu kali”. Kadang kala mereka pun ”bingung” dengan perhitungan uang yang sederhana, misalnya tidak yakin apakah uangnya cukup untuk membeli sepotong kue atau tidak.
Masalah ingatan jangka pendek: Kesulitan memahami instruksi yang panjang dalam satu waktu yang pendek. Misalnya, ”Simpan tas di kamarmu di lantai atas, ganti pakaian, cuci kaki dan tangan, lalu turun ke bawah lagi untuk makan siang bersama ibu, tapi jangan lupa bawa serta buku PR matematikannya, ya,” maka kemungkinan besar anak disleksia tidak melakukan seluruh instruksi tersebut dengan sempurna karena tidak mampu mengingat seluruh perkataan ibunya.
Masalah pemahaman sintaks: Anak disleksia sering mengalami kebingungan dalam memahami tata bahasa, terutama jika dalam waktu yang bersamaan mereka menggunakan dua atau lebih bahasa yang mempunyai tata bahasa yang berbeda. Anak disleksia mengalami masalah dengan bahasa keduanya apabila pengaturan tata bahasanya berbeda dari bahasa pertama. Misalnya, dalam bahasa Indonesia dikenal susunan Diterangkan-Menerangkan (contoh: tas merah), tetapi
dalam bahasa Inggris dikenal susunan Menerangkan-Diterangkan (contoh: red bag).
Disleksia dan otak kita.
Pada tahun 1878, dr. Kussmaul dari Jerman melaporkan adanya seorang lelaki yang mempunyai kecerdasan normal tapi tidak dapat membaca, yang diistilahkannya sebagai ”buta membaca” (reading blindness). Tahun 1891, Dejerine telah melaporkan bahwa proses membaca diatur oleh bagian khusus dari sistem saraf manusia yaitu di bagian belakang otak. Pada tahun 1896, British Medical Journal melaporkan artikel dari Dr. Pringle Morgan, mengenai seorang anak lelaki berusia 14 tahun bernama Percy yang pandai dan mampu menguasai permainan dengan cepat tanpa kekurangan apa pun dibandingkan teman-temannya yang lain namun Percy tidak mampu mengeja, bahkan mengeja namanya sendiri.
Penelitian terkini menunjukkan bahwa terdapat anatomi antara otak anak disleksia dengan anak normal, yakni di bagian temporal-parietal-oksipitalnya (otak bagian samping dan bagian belakang). Pemeriksaan Magnetic Resonance Imaging yang dilakukan untuk memeriksa otak saat dilakukan aktivitas membaca ternyata menunjukkan bahwa aktivitas otak individu disleksia jauh berbeda dengan individu biasa terutama dalam hal pemrosesan input huruf/kata yang dibaca lalu ”diterjemahkan” menjadi suatu makna.
Bagaimana mengenali disleksia?
Ø Kesulitan mengenali huruf atau mengejanya.
Ø Kesulitan membuat pekerjaan tertulis secara terstruktur misalnya esai
Ø Huruf tertukar-tukar, misal ’b’ tertukar ’d’, ’p’ tertukar ’q’, ’m’ tertukar ’w’, ’s’ tertukar ’z’
Ø Membaca lambat dan terputus-putus serta tidak tepat.
Ø Menghilangkan atau salah baca kata penghubung (“di”, “ke”, “pada”).
Ø Mengabaikan kata awalan pada waktu membaca (“menulis” dibaca sebagai “tulis”).
Ø Tidak dapat membaca ataupun membunyikan perkataan yang tidak pernah dijumpai.
Ø Tertukar-tukar kata (misalnya : dia-ada, sama-masa, lagu-gula, batu-buta, tanam-taman, dapat-padat, mana-nama).
Ø Daya ingat jangka pendek yang buruk
Ø Kesulitan memahami kalimat yang dibaca ataupun yang didengar
Ø Tulisan tangan yang buruk
Ø Mengalami kesulitan mempelajari tulisan sambung
Ø Ketika mendengarkan sesuatu, rentang perhatiannya pendek
Ø Kesulitan dalam mengingat kata-kata
Ø Kesulitan dalam diskriminasi visual
Ø Kesulitan dalam persepsi spatial
Ø Kesulitan mengingat nama-nama
Ø Kesulitan / lambat mengerjakan PR
Ø Kesulitan memahami konsep waktu
Ø Kesulitan membedakan huruf vokal dengan konsonan
Ø Kebingungan atas konsep alfabet dan simbol
Ø Kesulitan mengingat rutinitas aktivitas sehari-hari
Ø Kesulitan membedakan kanan kiri
Diagnosis disleksia
Tidak ada satu jenis tes pun yang khusus atau spesifik untuk menegakkan diagnosis disleksia. Diagnosis disleksia ditegakkan secara klinis berdasarkan cerita dari orang tua, observasi, dan tes psikometrik yang dilakukan oleh dokter anak atau psikolog. Selain dokter anak dan psikolog, profesional lain seyogyanya juga terlibat dalam observasi dan penilaian anak disleksia yaitu dokter saraf anak (mendeteksi dan menyingkirkan adanya gangguan neurologis), audiologis (mendeteksi dan menyingkirkan adanya gangguan pendengaran), opthalmologis (mendeteksi dan menyingkirkan adanya gangguan penglihatan), dan tentunya guru sekolah.
Anak disleksia di usia prasekolah menunjukkan adanya keterlambatan berbahasa atau mengalami gangguan dalam mempelajari kata-kata yang bunyinya mirip atau salah dalam pelafalan kata-kata, dan mengalami kesulitan untuk mengenali huruf-huruf dalam alphabet, disertai dengan riwayat disleksia dalam keluarga.
Keluhan utama pada anak disleksia di usia sekolah biasanya berhubungan dengan prestasi sekolah, dan biasanya orang tua ”tidak terima” jika guru melaporkan bahwa penyebab kemunduran prestasinya adalah kesulitan membaca. Kesulitan yang dikeluhkan meliputi kesulitan dalam berbicara dan kesulitan dalam membaca.
Pertanda disleksia pada anak usia sekolah dasar.
Kesulitan dalam berbicara :
Salah pelafalan kata-kata yang panjang
Bicara tidak lancar
Menggunakan kata-kata yang tidak tepat dalam berkomunikasi
Kesulitan dalam membaca:
Sangat lambat kemajuannya dalam keterampilan membaca
Sulit menguasai / membaca kata-kata baru
Kesulitan melafalkan kata-kata yang baru dikenal
Kesulitan membaca kata-kata ”kecil” seperti: di, pada, ke
Kesulitan dalam mengerjakan tes pilihan ganda
Kesulitan menyelesaikan tes dalam waktu yang ditentukan
Kesulitan mengeja
Membaca sangat lambat dan melelahkan
Tulisan tangan berantakan
Sulit mempelajari bahasa asing (sebagai bahasa kedua)
Riwayat adanya disleksia pada anggota keluarga lain.
(Shaywitz. S. Overcoming dyslexia. Ney York: Alfred A Knopf, 2003:12-124)
Selamat Datang di Dunia Long Life Learning Program
Mendidik anak, bukanlah hal yang mudah. Agar mendidik menjadi hal yang menyenangkan dan efektif, kita harus tahu tekniknya. Nah, salah satunya dengan multimetode dan multimedia. Kami hadir untuk memudahkan orangtua dalam mendidik anak dengan media-media pendidikan yang insya Allah berkualitas.
Berikut produk-produk kami:
I Love My Al-Quran
Ensiklopedia Bocah Muslim
Halo Balita
Nabiku Idolaku
Cerita Binatang 2 Bahasa Berima ILMA
Berikut produk-produk kami:
I Love My Al-Quran
Ensiklopedia Bocah Muslim
Halo Balita
Nabiku Idolaku
Cerita Binatang 2 Bahasa Berima ILMA
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
3 komentar:
Bu, apa saja test yg dapat mensahkan seorang anak itu disleksia, selain gejala2 yg ditulis di atas. Apakah di Indonesia sudah ada testnya, dan dimana dapat saya daoatkan? Terima kasih
ibu, jika anak kita memperlihatkan salah satu tanda disleksia, sebaiknya segera hubungi psikolog terdekat. Insya Allah nanti saya akan postingkan apa yg harus kita lakukan jika anak kita ternyata mengalami disleksia.
kalo seorang anak punya konsentrasi sangat pendek dan mengalami kesulitan menyebutkan huruf tu gimana?? anak ini mampu menunjukkan/memilih huruf yang kita sebutkan, tapi bermasalah dalam menyebutkan huruf yang kita tunjuk...
Posting Komentar